Merantau Di Negeri Sendiri

Merantau di Negri Sendiri

“Merantau akan memberikanmu banyak pengalaman hidup. Pergilah sejauh mungkin, tapi jangan sampai lupa untuk pulang,” itulah salah satu ungkapan dari ayahku yang paling membekas di ingatanku. Namaku Nurul Ilmi, aku adalah seorang anak TKI yang lahir dan besar di Malaysia selama 14 tahun. Orang tuaku adalah sesorang TKI “Tenaga Kerja Indonesia’’ yang bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan sawit di Malaysia. Mungkin semua orang membayangkan tinggal di luar negeri itu enak, tapi bayangan orang-orang tidak seperti yang aku dan anak TKI lainnya jalani. Tidak semua anak TKI itu menjalani kehidupan di luar negeri dengan enak, aku melihat dan mengalaminya sendiri.

Anak Indonesia yang ada di Malaysia masih sangat kurang dalam mendapatkan pendidikan. Hal ini dikarenakan oleh banyak hal, mulai dari fasilitas sekolah di Malaysia masih sangat kurang bahkan satu orang guru di Malaysia ada yang mengajar semua mata pelajaran dan semua tingkatan mulai dari kelas 1 hingga 3 SMP, SMP di Malaysia lebih dikenal dengan sebutan CLC (Community Learning Centre). Hal ini aku rasakan sendiri saat aku masih SMP di Malaysia sehingga pelajaran yang kami dapatkan kurang maksimal dikarenakan kurangnya tenaga kerja guru. Mayoritas anak TKI di Malaysia lahir dari orang tua yang bekerja sebagai buruh, banyak orang tua yang hanya mengenyam pendidikan hingga SD bahkan ada yang tidak bersekolah sama sekali itulah yang menjadi penyebab orang tua menjadi TKI, tidak mempunyai pedidikan yang cukup untuk bekerja di Indonesia sehingga kurang bisa mencukupi finansial keluarga. Di lingkungan rumahku saja masih banyak anak yang tidak sekolah walaupun tahun demi tahun sekolah Indonesia di Malaysia semakin berkembang dan bertambah banyak, hal ini dikarenakan masih ada orangtua yang menganggap bahwa pendidikan tidak terlalu penting. Banyak orang tua yang mengatakan “Yang penting bisa membaca, menulis, dan menghitung, setelah itu langsung menikah dan bekerja sebagai buruh saja di Malaysia agar bisa langsung mendapatkan uang”. Selain itu masih banyak juga anak yang lahir tanpa dokumen seperti akte lahir. Hal ini dikarenakan orang tua mereka juga tidak memiliki dokumen yang lengkap bahkan ada orang tua yang bekerja di Malaysia tanpa izin alias pekerja ilegal, tidak memiliki dokumen lengkap seperti paspor. Ini juga menjadi penyebab banyak anak TKI yang susah kembali ke Indonesia dikarenakan alasan dokumen. Dibalik itu semua, ada juga orangtua yang sadar akan pentingnya pendidikan, banyak juga orang tua yang sangat berusaha keras mulai dari mempersiapkan finansial, melengkapi dokumen anak yang memang belum lengkap agar anak mereka bisa melanjutkan pendidikan SMA di Indonesia, karena pendidikan untuk jenjang SMA di Malaysia hanya ada satu, itupun berada di sekolah pusat tepatnya di SIKK (Sekolah Indonesia Kota Kinabalu) untuk yang tinggal di daerah Sabah, Malaysia, daerah tempat tinggalku.

Aku adalah salah satu dari ribuan anak TKI yang berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di Indonesia tepatnya di SMA Firdaus Negara, Bali melalui Sabah Bridge (Jembatan Sabah). Sabah Bridge merupakan Gerakan sosial nonprofit yang bertujuan memfasilitasi keberlanjutan Pendidikan anak PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Sabah, Malaysia, ke jenjang SMA/SMK/MA sederajat di Indonesia dengan beasiswa. Sabah Bridge didirikan pada tanggal 10 Desember 2014 atas inisiasi guru utusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, diantaranya Gebya Oktammeria H., Rahmat Hidayat, Riska Kurniawati Asri, Lina Hasnawati, Frangky As Shodiq, dan Aris Prima. Berdirinya Sabah Bridge dilatarbelakangi oleh terputusnya Pendidikan anak-anak PMI di Sabah, Malaysia setelah lulus SMP, keadaan yang disebabkan oleh keterbatasan pola pikir orang tua tentang Pendidikan dan masa depan anak, keterbatasan akses informasi, ketersediaan dokumen dan kondisi ekonomi, serta keterbatasan akses sekolah lanjutan. Sabah Bridge laksana oase di lapangan gersang, hadir membawa pelita bagi masa depan anak bangsa.

Lahir dari orang tua TKI membuatku menjadi orang yang banyak belajar dan mengerti betapa pentingnya peran pendidikan untuk masa depan yang lebih baik. Kesempatan melanjutkan pendidikan adalah keinginan terbesarku sejak kecil untuk bisa membahagiakan kedua orang tuaku, sehingga apapun yang aku lalui kini kuanggap sebagai kebaikan dalam proses kehidupan. Perasaan rindu dengan orang tua dan keluarga karena tidak pulang selama tiga tahun kujadikan semangat untuk mewujudkannya lebih cepat. Kegagalan dan kepedihan aku anggap sebagai bumbu kehidupan yang akan aku nikmati kelezatannya di masa depan. Aku ingin memberitahukan kepada anak TKI yang lain bahwa kita mempunyai hak yang sama dengan anak Indonesia yang lain dalam hal pendidikan. Aku tidak ingin berhenti sampai disini, aku ingin melanjutkan Pendidikanku hingga universitas impianku yaitu Universitas Gadjah Mada. Aku ingin membuktikan bahwa anak TKI juga berhak melanjutkan pendidikan hingga ke Perguruan Tinggi Negeri bahkan ke universitas luar negeri. “Selama masih ada waktu, masih ada kesempatan, masih ada Tuhan, manusia tidak boleh kehilangan harapan karena tidak ada yang tidak mungkin jika kita masih mau berjuang dan berkorban,” itulah kata-kata yang masih membuat aku semangat menjalani hidupku hingga sekarang. Jika orang tuaku merantau karena kondisi ekonomi yang kurang baik, maka aku merantau untuk masa depan yang lebih baik, untuk menjadi anak muda yang bisa membanggakan bangsaku walaupun aku tidak lahir dan besar di negeriku sendiri.

“Nurul Ilmi Rusdi”*Siswi Kelas XII SMA Firdaus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *